Monday, October 1, 2012

Lirik Sebagai Sejarah Intelektual Minangkabau


Setidaknya terdapat dua tonggak sejarah penting dalam perubahan sosial-budaya di Sumatera Barat selama periode 1960-1970. Tonggak-tonggak itu adalah peristiwa pergolakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang diakhiri dengan kekalahan tahun 1960 dan berdirinya Orde Baru. Kedua peristiwa ini memiliki efek sosial-budaya kuat yang pada akhirnya mempengaruhi identitas keminangkabauan. Mempengaruhi sistem nilai dan sistem budaya orang Minangkabau.

PRRI adalah salah satu peristiwa historis yang terjadi di panggung sejarah Indonesia yang cukup banyak mendapat perhatian ilmuan dan pengamat sosial-budaya. Selain itu kekalahan pasca PRRI tahun 1958 memiliki dampak vital terhadap perubahan sosial-budaya masyarakat Minangkabau pada periode berikutnya. Banyak kajian dan publikasi telah dilakukan berkenaan dengan PRRI ini. Beberapa kajian mengenai PRRI, misalnya tulisan R. Z. Leirisa (1998) yang memperkenalkan sejumlah tulisan terpilih mengenai PRRI. Asvi Warman Adam (2000) yang melihat penulisan sejarah PRRI sebagai bagian dari penulisan sejarah militer. Gusti Asnan (2005) menyoroti pengungkapan kekerasan dalam penulisan sejarah PRRI.

Selain karya-karya tulis di atas, para pengarang lagu Minangkabau modern pada periode yang sama juga diinspirasi oleh kondisi sosial-budaya yang berkembang pada periode itu. Kehilangan saudara, keluarga, kekasih, ketertekanan sosial yang diiringi meningkatnya orang muda Minangkabau merantau karena merasa tidak nyaman lagi di kampung, dan sebagainya, merupakan kondisi sosial-budaya masyarakat Minang kala itu yang melatari lahirnya lirik-lirik lagu pada era tersebut.

Salah satu lagunya adalah Barangkek Kapa (Berangkat Kapal) dipopulerkan oleh Lily Syarief, 1960. Barangkek kapa ka tanah Djao// Cukuik katigo pupuik babunyi// Den lapeh Uda jo aia mato// Untuang salamaik pulang jo pai (Berangkalah kapal ke tanah Jawa// cukup ketiga pluit berbunyi// Saya lepas uda dengan air mata// Semoga selamat pulang dan pergi).

Lirik lagu yang dinyanyikan Lily Syarief ini mengandung dua dampak penting dari PRRI dalam masyarakat Minangkabau. Pertama, meningkatnya orang-orang muda Minangkabau merantau ke Jawa, yang kala itu dianggap sebagai daerah paling aman setelah huru-hara pemberontakan 1958. Kedua, menguatnya posisi lelaki Minangkabau di mata perempuan yang sebelumnya diibaratkan seperti abu di atas tunggul.
Pada periode inilah terjadi sebuah perubahan mendasar dari lirik-lirik lagu untuk konsumsi massa.

Sebelumnya lagu-lagu Minangkabau lebih banyak bertemakan cerita-cerita rakyat dalam Tambo dan kaba yang dinyanyikan oleh Tukang Kaba, Tukang Rabab, Tukang Saluang, dan lain-lain dalam sebuah pertunjukan terbatas. Selain itu bisa disebutkan bahwa lagu-lagu yang tercipta pada periode pasca PRRI menjadi dasar dan pondasi tema lagu-lagu Minangkabau kontemporer, apalagi ditambah dengan perkembangan kaset komersil di Sumatera Barat (Suryadi, 2003).

Berkembangnya industri kaset rekaman di Sumatera Barat makin mempopulerkan penyanyi-penyanyi dan lagu Minangkabau tersebut dalam masyarakat. Mereka diantaranya  Juni Amir, Syamsi Hasan, Yan Juned, Tiar Ramon, Nurseha, Lili Syarif, Eva Nurdin, Yan Bastian, Elly Kasim, dan lain-lain. Lagu-lagu yang mereka populerkan di antaranya, ”Minangkabau”, ”Rabab”, ”Ombak Puruih”, ”Anak Salido”, ”Si Nona”, ”Ayam Den Lapeh”, ”Baju Kuruang”, ”Tinggalah Kampuang”, ”Simpang Ampek”, ”Sinar Riau”, dan lain-lain. Lagu-lagu tersebut umumnya diciptakan di tahun 1950an dan di awal 1960an.

Lirik lagu merupakan hasil kreatif seorang pengarang. Lirik-lirik itu lahir dari imajinasi, pengalaman pribadi atau orang sekelilingnya, dan respon terhadap sebuah situasi sosial di lingkungannya. Jika mempelajari lirik lagu dapatlah dilihat keterikatan yang utuh, dan menyeluruh antara karya sastra dan sejarah sosial masyarakat Minangkabau. Lirik-lirik tersebut merupakan potret sejarah sosial masyarakat dari perubahan yang terjadi pada periode tersebut di Sumatera Barat. Sehingga lirik lagu dapat memberikan sebuah perspektif alternatif terhadap sejarah sosial intelektual suatu masyarakat yang sedang mengalami transisi budaya pada satu periode.

Selain itu lirik lagu memiliki kisah atau cerita dan pesan untuk masyarakat penikmatnya. Percintaan, masakan tradisional (Yulia, 2009), komedi, perantauan, dan sejarah sosial-budaya masyarakat dalam perspektif pengarang merupakan sebagian tema dari kisah atau cerita sebuah lagu. Karya sastra, di dalamnya termasuk lirik lagu, merupakan gambaran akan harapan, kecemasan dan aspirasi masyarakat pada periode tertentu dan kebudayaan tertentu.

Dengan demikian, lirik lagu merupakan sebuah karya sastra yang selain mengandung anasir puitis, juga memiliki unsur realitas sosial pada saat karya itu diciptakan. Jadi, lirik lagu merupakan sejarah sosial intelektual bagi sebuah etnis. Untuk itu sepantasnyalah kita mengetahui dan memahami lirik-lirik lagu Minang sebagai aset budaya yang jelas.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komen dan kunjungannya