Tuesday, October 9, 2012

Mamak dan Ponakan di Minangkabau


mamak-bukittinggi-sastra-minang-modern-blogspot-dot-com
Mamak adalah sosok pertama yang menentukan masa depan kemenakan, bahkan mamak juga yang menentukan jodoh bagi kemenakannya. Mamak dalam masyarakat Minangkabau digambarkan sebagai:

nan gadang basa batuah,
nan gadang dek anak kamanakan
basa dek cupak jo gantang
tuah dek adaik jo pusako
ka pai tampek batanyo
ka pulang bakeh babarito
ka bukik indak barangin
ka lurah pantang bariak,
walau bak mano kareh angin
nan bana yo asak indak

(yang besar basa bertuah
besarnya karena anak kemenakan
besar karena cupak dengan gantang
tuah karena adat dan pusaka
akan pergi tempat bertanya
pulang tempat berberita
ke bukit tidak berangin
ke lurah pantang beriak
walau bagaimana keras angin
yang benar dipindahkan tidak)

Ada lima macam kemenakan yang menjadi tanggungan mamak (Toeah, 1989: 79-81). Pertama, kemenakan bertali darah, yaitu kemenakan-kemenakan yang segaris keturunan dengan dia. Mereka adalah anak-anak dari saudara perempuan seibunya. Kemenakan setali darah memiliki hak dalam menggarap harta pusaka dan menerima waris gelar sako, terutama dalam garis keturunan Perpatih Nan Sebatang.

Kedua, kemenakan bertali emas, yaitu seseorang yang diangkat menjadi kemenakan kerena berhutang budi. Ia tidak bisa menerima harta pusaka kecuali harta pribadi yang diwariskan kepadanya.

Ketiga, kemenakan bertali akar, kemenakan ini berasal dari garis keturunan jauh atau satu nenek moyang dalam suku. Kemenakan ini bisa menggarap harta pusaka jika kaum terdekat mamak sudah punah.

Keempat, adalah kemenakan bertali budi, yaitu kemenakan angkat, biasanya ia adalah pendatang yang meminta perlindungan dari seorang mamak.

Kelima, adalah kemenakan bertali perak atau kemenakan bertali aia. Hubungan ini terjalin karena persahabatan atau perkenalan dekat yang setiap saat bisa ungkai. Kemenakan ini bisa mengelola harta, selama mendapat restu oleh tuan tanah namun tidak untuk memiliki.

Mamak dan kemenakan menjalankan interaksi diagonal. Mamak memiliki hak untuk berlaku tegas dan langsung dalam mendidik kemenakannya. Hal itu dilakukan untuk menyiapkan kemenakan-kemenakannya memiliki mental pemimpin, dan siap pula menjadi mamak setelah ia dewasa nanti.

Walau demikian, mamak tidak boleh berbuat sewenang-wenang, karena dialah yang menjadi pemelihara kekompakan dalam rumah gadang. Selain itu, mamak juga harus menjaga dan menambah harta pusaka yang ditinggalkan nenek moyang.

Namun, mamak tidak bisa menjual harta itu untuk kepentingannya, kecuali terjadi empat hal, yaitu rumah gadang katirisan, gadih gadang  alun balaki, mayik tabujua di tangah rumah, mambangkik batang tarandam, (rumah gadang kebocoran, gadis dewasa belum bersuami, mayat terbujur di tengah rumah, membangkit batang terandam). [Bila suka artikel ini, silahkan klik salah satu iklan didalam blog. Gratis, dan sangat membantu update blog ini. Terima kasih.]

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komen dan kunjungannya