Sunday, September 30, 2012

Islam dan Perempuan di Minangkabau


Dua karakteristik lain yang dihubungkan kepada orang Minangkabau adalah Islam beserta sistem matrilineal. Salah satu adegium identitas keislaman orang Minangkabau senantiasa dinisbahkan dalam, “jika orang Minangkabau tidak lagi Islam, maka hilanglah “Minangnya” tinggalah “kerbau” lagi”. Artinya menjadi orang Minangkabau sama halnya dengan menjadi pengikut agama Islam sepenuhnya.

Sistem matrilineal orang Minangkabau, menurut Kato (2005: 38), dikenali dengan tiga ciri utama. Pertama, keturunan dan pembentukan keluarga seperti saparuik, sapayuang, sasuku yang diatur menurut garis ibu. Ibu dalam keluarga Minangkabau disebut dengan bundo kanduang, yang memiliki peran besar yaitu yang mewarisi harta pusaka untuk menjaga anak dan kemenakan, selain itu, Bundo Kanduang berarti ibu sejati (Nizar, 2004: 45).

Menurut (Hakimy, 1991: 105) adat Minangkabau membagi perempuan ke dalam tiga bagian berdasarkan sifatnya. Pertama, bernama simarewan, dia memiliki sifat plin-plan, tidak punya pendirian, itu suka ini setuju, seperti baliang-baliang di atas bukit, kemana angin kencang itu yang diikutinya, dan tidak menghargai suaminya.

Kedua, adalah mambang tali awan, ialah perempuan tinggi hati, jika berbicara dengan orang lain suka meninggi-ninggi, tidak malu membicarakan tentang suaminya, bahkan dilebih-lebihkan. Perempuan seperti ini tidak baik dalam rumah gadang.

Ketiga, parampuan, dialah wanita yang berbudi dan sopan, memakai basa basi, tahu dengan sindirian atau bahasa melereng, tahu dengan sumbang dan salah, takut kepada Allah dan Rasul, bermulut manis dan berbahasa yang disenangi, pandai bercanda sama besar, menghormati ibu, bapak, dan kepada orang yang lebih tua. Perempuan seperti inilah yang diharapkan sebagai bunda kanduang yang akan melahirkan anak-anak yang baik di rumah gadang. Apalagi seorang perempuan parampuan menikah dengan laki-laki ninik mamak dan berada di rumah gadang yang memiliki mamak rumah yang arif maka anak-anaknya akan baik. Dengan demikian prilaku anak-kemenakan lebih mudah bermasyarakat karena berperannya semua anggota keluarga di sebuah rumah gadang, ibu, saudara-saudaranya dan mamak sebagai figur utama.

Kedua, kekuasaan dalam payuang atau paruik ada di tangan mamak, bukan ayah. Mamak merupakan saudara laki-laki dari ibu. Segala keputusan yang akan diambil dalam musyawarah di rumah gadang harus sepengetahuan dan seizin mamak. Mamak merupakan penanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan di rumah gadang secara komunal, baik dalam rangka menambah kekayaan, mempertahankan harga diri, dan mendidik kemenakannya melalui pendidikan formal maupun informal bersama keluarga komunalnya.
Dalam pendidikan, seorang mamak biasanya banyak membantu kebutuhan kemenakannya secara  materi. Selain itu  mamak sosok pertama yang menentukan masa depan kemenakan, bahkan mamak juga yang menentukan jodoh bagi kemenakannya. Mamak dalam masyarakat Minangkabau digambarkan sebagai:

nan gadang basa batuah,
nan gadang dek anak kamanakan
basa dek cupak jo gantang
tuah dek adaik jo pusako
ka pai tampek batanyo
ka pulang bakeh babarito
ka bukik indak barangin
ka lurah pantang bariak,
walau bak mano kareh angin
nan bana yo asak indak

(yang besar basa bertuah
besarnya karena anak kemenakan
besar karena cupak dengan gantang
tuah karena adat dan pusaka
akan pergi tempat bertanya
pulang tempat berberita
ke bukit tidak berangin
ke lurah pantang beriak
walau bagaimana keras angin
yang benar dipindahkan tidak)

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komen dan kunjungannya